Sadarsah yang kini menjabat sebagai Direktur CV Arvis Sanada, sejak 2001, dengan tertatihtatih berupaya mengangkat derajat emas hitam (kopi) dari Gayo ini ke mata penikmat kopi dunia.
Dengan usaha dan semangat pantang menyerah, ayah dari dua orang putri ini akhirnya bisa meraih kesuksesan. Kini dia telah mampu menjual kopi gayo ke luar negeri sebanyak 12 kontainer per bulan.
Sadarsah mengungkapkan, usahanya menekuni bisnis kopi ini tak bisa dilepaskan dari dukungan Mandiri Business Banking yang telah memberikan modal.
Kredit dari Mandiri Business Banking diperolehnya mulai tahun 2003 melalui program Pembiayaan Unit Kredit Kecil (PUKK). Lalu pada 2009 lalu, dia kembali mendapatkan tambahan modal melalui program Kredit Modal Kerja dan tahun ini dia kembali mengajukan tambahan modal ke Mandiri Business Banking.
“Usaha emas hitam ini saya geluti berangkat dari keinginan saya sebagai anak seorang petani untuk mengangkat derajat kopi gayo ke mata dunia internasional,” ujar Sadarsah saat ditemui di kantornya, CV Arvis Sanada, Jalan Selamat No 38 A, Lintasan Medan Binjai Kompos KM 12, belum lama ini.
Bisnis ekspor biji kopi ini digeluti alumnus Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu sejak 2001.
Di awal usahanya, Sadarsah menjadi tenaga pemasaran eksportir kopi dan belum memiliki perusahaan sendiri. “Saya hanya memasarkan kopi dari lima perusahaan kopi di Sumut. Saya bertindak sebagai marketing perusahaan tersebut ke luar negeri. Namun, usaha ini terus saya geluti dengan fokus hingga tahun 2006,” kata suami dari Nafsiah ini. Titik balik sukses bisnis yang digeluti Sadarsah dimulai pada 2006.
Di masa itu terjadi resesi kopi dunia. Hampir rata-rata perusahaan kopi kolaps karena panen hanya mampu menyuplai 50 persen kopi dunia.
Di masa inilah Sadarsah nekat mengambil inisiatif untuk mendirikan usaha sendiri yakni bisnis ekspor kopi ke luar negeri. “Ketika itu, Haji Abu Bakar memberikan modal kepada saya untuk dikelola. Dia juga yang menyiapkan gudang dan sebagainya,” ungkap lelaki kelahiran 19 November 1974 ini.
Lewat bantuan koleganya inilah usaha yang dirintis Sadarsah didirikan dengan sederhana. Awal usahanya dimulai dengan mengekspor satu kontainer kopi ke luar negeri.
“Di masa itu, langsung banyak permintaan kopi kepada kita.Rata-rata,penikmat kopi dari luar negeri menginginkan kopi organik,” kata anak dari pasangan Mude dan Ratih ini.
Dia pun berupaya memperoleh sertifikat kopi organik dari lembaga sertifikasi Control Union di Belanda. Syarat untuk memperoleh sertifikasi tersebut harus mendirikan koperasi yang bermanfaat untuk menaungi petani kopi. Sadarsah lalu mendirikan koperasi bernama KSU Arinagata.
Pada 2006,anggota KSU Arinagata sebanyak 335 orang dan saat ini mencapai 2.600 orang dengan total area penanaman kopi 2.700 hektare di Aceh Tenggara dan Bener Meriah (Takengon). Saat ini Sadarsah juga membina dua koperasi.
Yang pertama Koperasi Tunas Indah beranggotakan 3.958 orang beserta area 4.140 hektare penanaman kopi di Aceh Tenggara dan Bener Meriah. Selanjutnya, Koperasi Lintong dengan anggota asosiasi petani kopi lintong organik.
Koperasi ini memiliki anggota 120 orang dengan jumlah penanaman kopi di Lintong seluas 200 hektare. Untuk kopi gayo, CV Arvis Sanada mengusung merek Sumatera Arabica Gayo, untuk kopi lintong memakai merek Sumatera Arabica Lintong.
Adapun untuk kopi konvensional menggunakan merek Sumatera Arabica Mandailing. Namun pembeli dari luar negeri juga menginginkan lisensi keterurutan barang, manajemen koperasi, dan berdagang secara adil, yaitu lisensi Fair Tradedari Jerman.
“Perdagangan yang adil ini harus mengatur mata rantai yang tegas dan jelas dari anggota (petani kopi) ke koperasi, koperasi ke CV Arvis Sanada, dan dari CV Arvis Sanada ke pembeli di luar negeri,” sebutnya.
Dengan adanya lisensi itu,maka penikmat kopi dari luar negeri dapat mengetahui dari mana asal kopi yang diminumnya.
Sebaliknya, petani kopi binaan juga langsung mendapatkan pembagian keuntungan. Sebab, dari 1 kg kopi yang dinikmati peminum kopi di luar negeri, sebesar Rp1.800/kg dari harga kopi akan dikembalikan kepada petani kopi untuk kesejahteraan mereka.
Bahkan pada 2009–2010, dana yang dikembalikan penikmat kopi organik ini terkumpul Rp2 miliar. Dana inilah yang harus kembali diberikan kepada petani kopi dengan berbagai program yang telah dilakukan CV Arvis Sanada.
Antara lain pembagian sembako, pendirian tempat-tempat kursus, sarana air bersih,unit usaha seperti toserba yang kemudian hasilnya dibagikan kepada seluruh anggota koperasi. Dana pengembalian yang terkumpul dari penikmat kopi ini juga harus benar-benar disalurkan kepada petani yang tergabung dalam koperasi.
Saat ini CV Arvis Sanada mengekspor kopi ke Amerika Serikat,Eropa, dan Asia. Negara-negara yang jadi tujuan ekspornya antara lain Taiwan, Korea, Australia, Jepang, Laos.
Pertumbuhan bisnisnya begitu cepat. Pada 2006, omzetnya hanya mencapai Rp600 juta per bulan dengan mengekspor satu kontainer dan harga kopi Rp30.000/kg saat itu.
Tahun 2007, omzetnya mencapai Rp1,5 miliar per bulan dengan mengekspor 3 kontainer dengan harga kopi Rp30.000/kg. Pada 2008, omzetnya Rp3 miliar per bulan de-ngan mengekspor lima kontainer dan harga kopi Rp32.500/kg.
Tahun 2009, omzetnya sudah mencapai Rp5 miliar dengan mengekspor 8 kontainer per bulan dan harga kopi Rp35.000. Tahun 2010 ini,omzetnya telah mencapai Rp7,6 miliar per bulan dengan mengekspor 12 kontainer dan harga kopi Rp35.000/kg. Jika pada 2006 lalu Sudarsah hanya mampu mempekerjakan 15 orang karyawan, saat ini karyawan perusahaan eksportir biji kopi miliknya sudah mencapai 100 orang. Berbagai kesulitan dan kendala dalam membesarkan usaha pernah dialami lelaki yang awalnya tak pernah bercita-cita menjadi pengusaha ini.
“Pertama, kesulitan yang kita alami adalah modal. Saat ini kita belum mampu memenuhi permintaan pembeli luar negeri yang per bulan meminta 20 kontainer. Kita hanya mampu menyuplai 12 kontainer. Itu terjadi karena kita masih terbatas modal, apalagi sekarang kita membina tiga koperasi,”katanya. Tak hanya itu, ujarnya, bisnis kopi membutuhkan modal besar pada masa-masa panen raya yang hanya terjadi dua kali dalam setahun.
“Kalau kita memiliki modal yang besar,tentunya saatmasapanenbisa melakukan stok bahan mentah. Itu memerlukan modal besar.Apalagi dalam bisnis ini kontrak pembelian dilakukanselamasetahun,tentunya kita harus memiliki stok biji kopi selama satu tahun.Tambahan modal sangat diperlukan,”terangnya.
Sudarsah mengatakan, pilihan terhadapMandiriBusinessBanking dalam pengajuan modal karena selama ini prosesnya tidak rumit.Tak hanya itu,kata Sudarsah,prosesnya juga cepat. “Selain itu, dalam proses persetujuan pengajuan kredit, karyawan Mandiri Business Banking bekerja sangat profesional,” ujarnya mengapresiasi.
Kamis, 09 Desember 2010
Anak Petani yang Sukses Bisnis Kopi Gayo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda